Mahaesa Kelud - Delapan Surat KematianKarya Bastian Tito |
Mahesa Kelud terkejut bukan main. Dalam dunia persilatan siapa manusianya yang tidak kenal dengan si Karang Sewu? Karang Sewu, seorang tokoh kelas satu yang pernah menggetarkan dunia persilatan bahkan boleh dikatakan merajai dunia persilatan secara tidak resmi, kini tahu- tahu berada di dalam Gua Iblis itu.
"Aku kena ditipu dan dipenjarakan di sini oleh si Nenek Iblis." Ingat kepada nasibnya sendiri, Mahesa bertanya pula. "Bagaimana kau orang yang lihay bisa kena ditipu?" "Sepuluh tahun yang lalu" "Sepuluh tahu yang lalu?" memotong Mahesa. "Jadi selama itu kau sudah dipenjara di sini?" "Betul. Aku hanya tunggu detik kematian saja lagi." "Ampun..." kata Mahesa dalam hati. "Bila aku dipenjarakan sampai sekian lama bisa celaka!" Mahesa memandang ke dinding yang tak kelihatan di hadapannya. "Karang Sewu, selama sepuluh tahun itu apa kau tidak berhasil mencari usaha untuk lari...?" Si orang tua terdengar menarik nafas dalam. "Sebaiknya aku akan tuturkan padamu riwayatku agar menjadi jelas." "Aku akan dengarkan dengan senang hati, Karang Sewu," kata Mahesa sambil rapatkan telinga ke dinding. Karang Sewu mulai tuturkan riwayat. "Sepuluh tahun yang lewat, ketika aku masih mengembara di sebelah barat, dari seorang pengemis aneh aku mendapatkan sepucuk surat rahasia. Surat rahasia ini diberikannya padaku karena aku telah selamatkan nyawanya dari satu malapetaka. Surat itu pendek dan isinya kalau aku tidak salah ditujukan kepada pendekar-pendekar utama dari delapan penjuru angin. Siapa-siapa di antara mereka yang ingin merajai dunia persilatan diajurkan untuk datang ke Gua Iblis di mana terdapat satu senjata ampuh bernama Cambuk Iblis." Sampai di sini sebenarnya Mahesa Kelud hendak menyela penuturan itu, hendak menerangkan bahwa dia pun sampai ke gua tersebut adalah karena sepucuk surat yang sama. Namun Mahesa membatalkan niatnya. Dia biarkan Karang Sewu merenungkan riwayatnya. "Menurut si pengemis, surat seperti itu ada delapan helai. Lima di antaranya sudah jatuh ke tangan pendekar-pendekar silat kelas satu yang kemudian segera pergi mencari di mana letak Gua Iblis tersebut. Sebegitu jauh kelima pendekar itu tidak pernah lagi didengar kabarnya. Mereka seperti hilang tak tahu rimbanya. Setelah dapatkan surat itu diam-diam aku memutuskan untuk mencari Gua Iblis. Maksudku bukan untuk menjadi raja dunia silat, sama sekali tidak. Aku hanya ingin cari pengalaman. Ingin tahu senjata macam mana dan bagaimana keampuhannya Cambuk Iblis itu serta ingin menyelidik apa yang telah terjadi dengan kelima pendekar kelas satu tadi. Ada kira-kira dua purnama aku berkeliling baru mendapatkan keterangan di mana letaknya gua itu. Aku sampai ke sini pada suatu pagi yang mendung. Ketika aku berdiri di mulut gua yang tertutup batu karang dengan bingung karena pintu itu sukar dibuka, maka aku putuskan untuk menghancurkan batu karang menyumpal mulut gua dengan pukulanku yang berisi aji Karang Sewu, bukan aku sombong tapi sebegitu jauh tak ada satu benda apa pun yang tahan terhadap pukulanku" "Jika memang demikian mengapa kau tidak hancurkan saja dinding kamar di mana kau dipenjarakan saat ini dan melarikan diri?" tanya Mahesa Kelud memotong. "Itulah..." sahut Karang Sewu dan untuk kesekian kalinya jago tua ini tarik nafas dalam. "Nanti dalam kelanjutan penuturanku kau akan tahu juga. Ketika baru saja aku ayunkan tinju kanan untuk menghancurkan batu karang yang menutup pintu gua, tiba-tiba melayang satu butir benda hitam ke arah tanganku. Melihat kepada bentuknya benda itu serta kecepatan melesatnya yang luar biasa, aku segera tahu bahwa itu adalah jenis senjata rahasia yang berbahaya. Aku tidak mau celaka dan cepat-cepat menarik pulang tanganku. Beberapa butir senjata rahasia semacam itu menyerangku lagi dari tempat yang tersembunyi. Semuanya berhasil kuelakkan. Aku mencari perlindungan di balik sebatang pohon besar dan berteriak agar musuh gelap yang bersembunyi segera keluar memperlihatkan tampangnya. Dari atas pohon di belakang gua kemudian melayang turun sesosok tubuh perempuan memakai kain hitam. Tanpa menimbulkan suara kedua kakinya mencapai tanah di muka pintu gua. Perempuan tua ini kemudian kuketahui adalah si Nenek Iblis yang memiliki gua. Dia membentakku agar datang ke hadapannya. Aku melompat ke muka gua. Dia tanya apakah aku mau mencari mampus berani-beranian datang ke daerahnya. Kuterangkan bahwa aku mencari Cambuk Iblis. Dia meminta surat rahasia. Surat itu kuberikan. Setelah diperhatikannya lalu dirobek-robeknya. Aku berbuat salah. Aku lengah waktu itu. Tanpa terduga sama sekali tangan yang tengah merobek-robek itu tahu-tahu melayang menghantam aliran darah dan perutku! Aku tak ingat apa-apa lagi. Ketika aku siuman ternyata diriku sudah dibikin cacat oleh Nenek berhati iblis itu. Kedua tangan dan kakiku telah dibacok putus! Si perempuan iblis itu tahu selama kedua tangan dan kakiku masih tetap utuh, penjara manapun tak sanggup mengurungku. Dalam waktu yang singkat aku akan segera bisa lolos. Karena itu siang-siang, selagi aku pingsan tak berdaya dia pergunakan kesempatan untuk melakukan perbuatan durjana itu. Nah, kini kau tahu anak muda. Meskipun aku masih tetap memiliki aji kesaktian Karang Sewu tak ada gunanya karena aku tidak bisa pergunakan tangan ataupun kakiku yang sudah buntung!" "Mengapa dia tidak bunuh kau saja dengan seketika?" bertanya Mahesa Kelud. "Tentu ada sebabnya," sahut Karang Sewu. "Si Nenek Iblis tidak ingin melihat tawanannya mati dengan cepat. Dia ingin menyiksa sedikit demi sedikit dulu sampai akhirnya sang tawanan meregang nyawa dengan sendirinya" "Maksudmu?" tanya Mahesa Kelud tak mengerti. "Setiap tawanan di sini tak pernah diberi makan. Dengan sendirinya mereka akan mati kelaparan!" "Tapi mengapa kau sampai saat ini masih hidup? Kau bilang sudah sepuluh tahun dikurung di sini padahal tak pernah diberi makan." "Si Nenek keparat itu memang tidak memberi makan. Tapi dia tidak tahu bahwa di dalam sini aku bisa mendapatkan makanan!" "Makanan? Makanan dari siapa?" tanya Mahesa Kelud pula. "Bukan dari siapa-siapa. Anak muda, coba kau pegang dinding karang didekatmu" Mahesa ulurkan tangannya dan meraba dinding karang di hadapannya. "Sudah?" "Sudah..." "Nah, apa yang kau rasakan di dinding itu?" "Dinding ini lembab, licin dan berlumut," jawab Mahesa Kelud. "Betul... betul! Kau tadi menyebutkan lumut! Ya... lumut itulah yang telah menyambung nyawaku selama sepuluh tahun di sini. Selama aku terpenjara lumut itu yang aku makan" Mahesa Kelud menggigit bibir. Dia maklum, kalau sampai tahunan pula dia dikurung di ruang batu karang itu untuk hidup satu-satunya hanyalah dengan makanan lumut. Kemudian terdengar lagi suara si Karang Sewu. "Mula-mula sangat tidak enak dan pahit rasanya lumut itu. Pertama kali aku makan, aku muntah-muntah. Tapi seminggu kemudian aku sudah mulai bisa" "Selama sepuluh tahun itu apakah lumut di dinding dalam ruanganmu tidak habis-habis?" tanya Mahesa. "Tidak. Kau tahu penjara ini terletak di tepi sebuah anak sungai. Udara selalu lembab. Dalam waktu satu hari saja lumut-lumut yang baru bertumbuhan dengan cepat." Mahesa saat itu memang merasakan perutnya sangat lapar. Dikoreknya sedikit lumut dari dinding lalu coba dicicipinya. Sesaat kemudian lumut itu diludahkannya ke lantai. "Hai, ada apa kau meludah-ludah?" terdengar suara Karang Sewu dari kamar sebelah. "Pahit!" "Apa yang pahit?" "Lumut ini. Kucoba mencicipinya!" Si Karang Sewu tertawa perlahan. "Mula-mula memang terasa demikian, namun lama-lama kau akan biasa dan lidahmu akan merasanya manis," kata jago tua itu pula. "Anak muda, omong-omong kau belum perkenalkan diri dan beritahu siapa nama gurumu." Mahesa berpikir-pikir. Apakah dia akan beri keterangan palsu atau mengatakan dengan jujur siapa dia dan siapa gurunya. "Karang Sewu, apa kau sudi dengar riwayatku?" "Oh tentu sudi. Ceritalah anak muda"
SEMBILAN
"NASIB yang membawaku sampai ke sini tiada beda dengan nasibmu. Aku baru saja turun gunung dilepas guruku yang bernama Embah Jagatnata. Mungkin kau pernah dengar nama beliau" "Jagatnata...? Embah Jagatnata?" Karang Sewu berpikir-pikir. "Tidak," katanya. "Tak pernah kudengar nama itu. Di mana gurumu berdiam?" "Puncak gunung Kelud." "Puncak gunung Kelud? Aneh... selama puluhan tahun gunung itu dianggap angker. Semua orang dalam kalangan persilatan sama mengetahui bahwa tak ada orang sakti yang bermukim di sana. Ini adalah satu kabar aneh yang aku baru dengar. Tapi aku maklum, selama sepuluh tahun terkurung di sini, dunia luaran tentu telah banyak mengalami perubahan. Jago-jago baru banyak bermunculan. Gurumu pasti seorang sakti luar biasa. Kalau tidak mana mungkin dia mencari tempat kediaman di puncak gunung Kelud." "Guruku biasa saja, Karang Sewu. Kurasa ilmunya tak beda dengan yang dimiliki orang-orang sakti lainnya termasuk kau," kata Mahesa Kelud pula. "Ah... kau pandai merendah diri. Aku suka padamu. Tapi kau masih belum beritahu namamu." "Maaf, aku sampai kelupaan. Aku Mahesa Kelud..." "Teruskan kisahmu, Mahesa." "Aku turun gunung. Ketika malam tiba kulihat ada nyala api di kejauhan. Ketika kudatangi ternyata nyala api ini adalah sebuah pelita yang terletak di atas meja di dalam sebuah pondok. Aku masuk. Dan terkejut ketika menemui ada orang terkapar di lantai. Tubuhnya mandi darah. Mukanya kena bacok.. Orang yang tengah meregang nyawa itu ternyata adalah si Cakar Setan" "Cakar Setan!" kata Karang Sewu setengah berseru karena terkejut. "Apa yang terjadi dengan jago silat itu?!" "Rupanya surat rahasia dari Gua iblis ini salah satu di antaranya jatuh ke tangan si Cakar Setan. Di lain pihak seorang jago silat yaitu Warok Kate kurasa mengetahui pula perihal surat itu lalu mendatangi tempat kediaman si Cakar Setan" "Warok Kate memang seorang kepala rampok tamak dan jahat.!" tukas Karang Sewu. "Tentunya telah terjadi perang tanding antara kedua pendekar itu. Dan si Cakar Setan berhasil dikalahkan oleh Warok Kate. Kepala rampok itu kemudian menggeledah isi pondok kediaman Cakar Setan, mencari surat rahasia tersebut. Tapi tak berhasil. Dalam keadaan tangannya sendiri buntung Warok Kate kemudian tinggalkan si Cakar Setan. Saat itulah aku muncul. Kasihan si Cakar Setan. Kedua matanya tidak bisa melihat karena tergenang oleh darah yang keluar membanjir dari luka bekas bacokan Warok Kate pada mukanya. Dia sangka aku adalah muridnya, Jaliteng. Lantas saja dia terangkan padaku di mana surat rahasia tersebut berada yaitu di dalam pedang" "Si Cakar Setan memang seorang cerdik dalam hal menyembunyikan apa-apa. Lalu kau temui surat itu?" tanya Karang Sewu dari kamar sebelah. "Betul. Ternyata disembunyikan dalam leher ukiran naga pada gagang pedang. Pedang kuning milik si Cakar Setan kuambil, sekarang ada padaku" "Kau mencurinya?!" "Aku tidak bermaksud demikian. Tapi karena aku tahu bahwa senjata itu bukan senjata sembarangan dan khawatir sepeninggalku akan dicuri orang lain untuk dipergunakan dalam maksud-maksud jahat maka aku putuskan untuk membawanya. Di satu waktu aku akan berikan pedang ini kepada siapa yang berhak mewarisinya. Mungkin Jaliteng, murid si Cakar Setan sendiri" "Tapi di samping Jaliteng, si Cakar Setan masih memiliki beberapa orang murid lagi. Satu di antaranya seorang gadis! Kau bisa kena celaka, Mahesa! Murid-murid si Cakar Setan pasti akan menjatuhkan tuduhan kepadamu! Tuduhan berat yaitu membunuh guru mereka mencuri pedang dan surat rahasia! Mereka pasti mengadu nyawa dengan kau sampai seribu jurus!" "Hal itu bisa dimaklumi!" sahut Mahesa Kelud sambil meluruskan kedua kakinya yang terasa pegal di lantai. "Namun bila aku berhadapan dengan salah seorang dari mereka nanti aku akan terangkan kejadian yang sebenarnya." "Memang harus demikian supaya mereka tidak salah sangka," ujar Karang Sewu pula. "Teruskanlah kisahmu." "Ketika aku berniat untuk pergi mendadak seseorang menerobos masuk lewat pintu pondok. Manusia ini ternyata adalah Warok Kate! Rupanya diam-diam dia telah mengintip kedatanganku ke pondok itu dan mengetahui bahwa surat rahasia yang dicari-carinya kini berada di tanganku. Dengan membentak dan mengancam dia meminta surat tersebut. Karena aku sudah bertekad untuk mempertahankan surat itu maka terjadilah perkelahian seru antara kami. Warok Kate, memang seorang yang lihay dan gesit. Untung sekali pedang si Cakar Setan ada padaku sehingga setelah bertempur belasan jurus Warok Kate yang mulai merasakan dirinya terdesak segera ambil keputusan untuk kabur. Sebelum berlalu dia masih sampaikan ancaman padaku bahwa satu ketika dia akan datang kembali untuk merampas nyawaku!" "Aku tahu sifat Warok Kate," kata Karang Sewu pula. "Ancamannya itu bukan ancaman kosong. Dia pasti mencari guru yang lihay. Setelah mendapatkan ilmu tambahan baru dia akan menghadapi kau mungkin pula dia membawa serta benggolan-benggolan rampok kawakan lainnya" Menurut Mahesa Kelud apa yang dikatakan orang tua itu memang benar. Dia kembali termenung memikirkan nasibnya yang baru saja turun gunung, belum apa-apa tahu-tahu sudah kejeblos ke dalam penjara tanpa ada harapan untuk bisa kabur melarikan diri. Sampai puluhan tahun dia akan mendekam di ruang batu karang yang sempit gelap dan lembab itu sampai akhirnya dia menghembuskan nafas penghabisan tanpa sanggup menunaikan tugas-tugas yang diberikan gurunya Embah Jagatnata. "Bagaimana dengan kelima jago-jago silat yang kau terangkan tadi? Apa berhasil mencari atau mengetahui jejak mereka?" tanya Mahesa. "Tidak. Namun kuduga mereka juga sudah menjadi korban si Nenek Iblis, dipenjarakan di gua ini. Kau tahu di sini terdapat banyak lorong-lorong dan setiap lorong ada kamar-kamar penjara seperti tempat di mana kita di kurung saat ini. Kalau saja kelima orang itu tahu bahwa lumut di dinding karang ini bisa dimakan, mungkin mereka masih hidup sampai saat ini" "Kasihan mereka" "Ah... mengapa harus kasihan sama mereka? Mengapa harus pikirkan nasib mereka? Kita sendiri harus kasihan pada diri kita yang sudah ditimpa nasib celaka ini. Kita harus pikirkan nasib kita sendiri " ujar si Karang Sewu pula. "Karang Sewu," kata Mahesa Kelud. Dia putar pembicaraan. "Kau jauh lebih tua dariku. Tentu lebih banyak pengetahuan. Aku tidak mengerti mengapa pemilik gua ini berhati jahat dan menyebarkan surat-surat celaka itu. Siapa si Nenek Iblis ini sebenarnya?" "Mengapa dia sampai berhati sejahat Iblis, ada riwayatnya," jawab Karang Sewu. "Kalau kau tak keberatan menuturkannya..." mohon Mahesa. "Aku akan tuturkan. Dulunya si Nenek Iblis ini seorang perempuan baik-baik. Nama aslinya aku tak ingat lagi. Ketika masih belasan tahun dia sudah diambil murid oleh seorang pertapa sakti disatu pulau kecil di pantai utara. Menanjak dewasa nyatalah bahwa dia bakal menjadi seorang gadis berparas jelita. Banyak pendekar-pendekar muda yang jatuh cinta tergila-gila padanya. Dia sendiri jinak-jinak merpati. Namun demikian akhirnya dia terpikat juga pada seorang pemuda berilmu tinggi dan dijuluki Simo Gembong" "Simo Gembong?" seru Mahesa Kelud. "Hai, kau terkejut sekali mendengar nama itu. Kau kenal Simo Gembong?" tanya Karang Sewu dari kamar sebelah. "Tidak. Tapi..." "Tapi apa?" "Simo Gembong adalah manusia yang aku harus cari," menerangkan Mahesa Kelud. "Hemm... kau punya urusan dengan orang itu agaknya?" Mahesa ragu-ragu seketika lalu membuka mulut. "Karang Sewu, ketahuilah bahwa waktu aku dilepas turun gunung oleh guruku, beliau memberikan dua buah tugas penting padaku. Salah satu di antaranya ialah harus mencari sampai dapat seorang yang bernama Simo Gembong dan membunuhnya!" Di kamar sebelah si Karang Sewu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mahesa Kelud," katanya, "Bukan aku memandang rendah kepada ilmumu atau meremehkanmu. Tapi jika Simo Gembong masih hidup saat ini, kurasa sukar dicari orang yang sanggup menandinginya. Aku sendiri tidak sungkan-sungkan mengaku bahwa ilmuku masih berada di bawahnya. Berbahaya, terlalu berbahaya mencari urusan dengan dia Mahesa!" "Tapi Karang Sewu," berkata Mahesa Kelud. "Guruku agaknya juga memaklumi kehebatan Simo Gembong tersebut. Karenanya sebelum aku mencari dia, Embah Jagatnata menugaskan aku agar terlebih dahulu mencari sebuah pedang bernama Samber Nyawa. Menurut beliau hanya dengan pedang itulah si Simo Gembong bisa dihabisi riwayatnya." "Kalau kau sebut-sebut pedang Samber Nyawa, itu lain perkara, Mahesa." "Jadi kau tahu mengenai senjata ini?" "Semua jago silat dalam dunia persilatan pernah mendengar tentang pedang sakti itu. Semua mereka ingin memilikinya. Namun sebegitu jauh tidak satu orangpun yang tahu di mana pedang itu berada, termasuk aku. Lambat laun diragukan tentang adanya senjata tersebut. Mahesa... tugas yang diletakkan gurumu di atas pundakmu adalah tugas sangat berat. Nyawa hadangannya." "Aku maklum Karang Sewu. Tapi sebagai murid aku harus laksanakan. Kapan lagi aku berbakti kepadanya" "Betul, betul.... Tandanya kau seorang murid yang tahu balas jasa. Mari kuteruskan mengenai riwayat si Nenek Iblis tadi. Jadi semasa gadisnya dia adalah seorang gadis yang jelita. Banyak pemuda tergila padanya sampai suatu hari dia terpikat pada Simo Gembong yang juga masa itu merupakan seorang pemuda gagah dan berilmu tinggi. Simo Gembong sebenarnya adalah pemuda hidung belang doyan perempuan. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Dia segera tempel si gadis. Sebagaimana setiap pemuda hidung belang maka begitulah, Simo Gembong cuma permainkan itu gadis. Ketika dia puas mencicipi tubuh yang indah dan mulai bosan maka dia segera tinggalkan si gadis. Padahal saat itu gadis tersebut sudah berbadan dua! Si gadis mencari Simo Gembong. Celakanya waktu itu dipergokinya Simo Gembong sedang meniduri anak gadis orang di satu pondok di tengah ladang yang sepi. Si Nenek Iblis tidak mau ambil perduli dengan urusan Simo Gembong. Yang penting baginya ialah mendapatkan pemuda itu dan meminta pertanggung jawabnya. Si Nenek Iblis yang cinta akan Simo Gembong mengharap agar mereka bisa buru-buru kawin demi menutupi malu karena kandungannya sudah membesar. Tapi Simo Gembong mengelak diri dan tidak mengacuhkan dia sama sekali. Si Nenek Iblis jadi kalap dan mengamuk hebat. Dia serang Simo Gembong. Maka terjadilah perkelahian yang sangat hebat. Tadinya mereka saling suka sama suka dan kini sebaliknya bertekad bulat untuk mencabut nyawa satu sama lain. Sekali lagi Simo Gembong menunjukkan kepengecutan di mana dia tidak bertanggung jawab. Tahu bahwa bekas kekasihnya itu memiliki ilmu yang lebih tinggi, maka ketika dia mulai kepepet dia segera ambil langkah seribu dan kabur. Si Nenek Iblis mengejar dan memburunya terus. Tapi Simo Gembong hilang lenyap seperti di telan bumi. Sampai saat ini tidak satu orangpun tahu di mana dia berada. Cuma satu hal yang dapat dipastikan ialah bahwa tentunya, kalau dia masih hidup maka ilmu silat dan kesaktiannya tentu sudah mencapai tingkat yang tinggi, yang bukan sembarang orang bisa mencapainya" "Bagaimana dengan si Nenek Iblis sesudah dia tak berhasil menemui Simo Gembong?" tanya Mahesa Kelud. "Beberapa bulan sesudah Simo Gembong lenyap maka diapun melahirkan. Ternyata anak haram jadah yang ia brojotkan ke dunia ini adalah seorang laki-laki dan celakanya tampangnya sangat sama dengan Simo Gembong. Sudah barang tentu dendam si Nenek Iblis terhadap Simo Gembong menggejolak kembali, ditambah pula bahwa itu adalah anak haram jadah maka tanpa hati kemanusiaan sedikit pun si Nenek Iblis lantas saja bunuh itu bayi! Sejak dia membunuh anak sendiri, sejak itu sifatnya yang kejam dan terkutuk menjadi-jadi. Dia membenci kepada semua orang, terutama terhadap laki-laki yang bertampang gagah dan punya ilmu tinggi. Di mana-mana dia mencari lantaran, menganiaya dan membunuh. Sementara itu dia tak henti-hentinya mengelana mencari Simo Gembong. Sambil mengelana dia menyebar maut. Dan ketika puluhan tahun kemudian dia sudah menjadi seorang nenek-nenek, maka orang-orang menggelarinya si Nenek Iblis. Kurasa gelar itu sangat cocok." "Lantas apa perlunya si Nenek Iblis menyebarkan delapan surat rahasia itu?" tanya Mahesa Kelud. "Dengan dua maksud," jawab Karang Sewu. "Pertama untuk mengundang pendekar-pendekar kawakan di delapan penjuru angin. Dan jika mereka datang ke sini lantas dipenjarakan hidup-hidup tanpa diberi makan sampai akhirnya mereka menemui ajal mati kelaparan. Ini adalah disebabkan karena lekatnya sifat membenci dalam diri si Nenek Iblis terhadap setiap laki-laki karena seorang laki-laki-lah yaitu Simo Gembong yang telah merusakkan kehidupannya. Maksud yang kedua tak lain adalah untuk memancing datangnya Simo Gembong sendiri ke Gua Iblis ini. Dan bila ini benar-benar kejadian maka mungkin akan kesampaian maksud si Nenek iblis untuk membalas dendam. Namun sebegitu jauh, sampai saat ini Simo Gembong tak pernah kelihatan mata hidungnya. Hilang lenyap seperti gaib. Entah masih hidup entah sudah berkubur..." "Bagaimana dengan Cambuk Iblis yang tertera dalam surat rahasia itu?" tanya Mahesa. "Sudah aku katakan, kita semua yang datang ke sini tertipu. Cambuk Iblis itu sama sekali tidak pernah ada!" sahut Karang Sewu. Mahesa Kelud tak habisnya menyumpah dan memaki dalam hati. Tapi apa mau dikata. Dirinya sendiri sudah kena dikeram dalam Gua Iblis itu!
SEPULUH
MENDADAK di luar terdengar lapat-lapat suara menderu yang halus. Mahesa Kelud pasang telinganya, coba menduga suara apa itu adanya, tapi tak berhasil. Diketuknya dinding karang di sampingnya. "Karang Sewu..." dia memanggil. "Ya, ada apa Mahesa?" terdengar suara si orang tua dari kamar sebelah. "Kau dengar suara menderu di luar sana?" "Oh itu? Tak usah khawatir. Itu cuma suara hujan dan derasnya arus sungai di belakang dinding karang ini," menerangkan Karang Sewu. Sunyi seketika. Lalu terdengar suara si orang tua bertanya. "Mahesa, kau tahu bahwa kau tak akan bisa keluar lagi hidup-hidup dari penjara iblis ini?" Mahesa Kelud tak menjawab. "Tak ada seorang pun di dunia luar yang sanggup menolong kita." "Sebaiknya kita tak usah bicarakan hal itu," kata Mahesa Kelud jadi tidak enak. "Bukankah lebih bagus bila kita berpikir berusaha mencari akal agar bisa keluar dari sini?" "Sudah sejak sepuluh tahun lalu aku mencari akal anak muda," ujar si orang tua pula. "Dan buktinya sampai saat ini aku masih tetap mengeram di sini, menunggu mampus!" "Namun tidak ada yang tidak mungkin di atas jagat ini. Siapa tahu ada yang akan menolong kita." "Betul, Mahesa. Betul sekali katamu. Kau mungkin bisa ditolong tapi aku tidak. Kau mungkin bisa lolos tapi aku tidak. Dan aku ingin agar kau bisa keluar hidup-hidup dari sini!" "Kau punya akal?" tanya Mahesa Kelud penuh harapan seraya ingsutkan diri lebih rapat ke dinding. "Akal dan cara," jawab si Karang Sewu. "Katakanlah!" ujar Mahesa tak sabaran. "Tapi sebelumnya kau mau berjanji? Yaitu bila aku tolong kau maka apa kau mau tolong aku?" "Sudah barang tentu! Bila saja aku berhasil keluar dari penjara batu karang ini maka aku akan adu jiwa untuk selamatkan kau!" "Oh, bukan... bukan itu maksudku," kata Karang Sewu pula. "Lantas?" "Dengar Mahesa, aku tolong kau keluar dari sini dan sebagai ganti budi aku minta agar kau melaksanakan beberapa tugas. Tugas-tugas yang berat, Mahesa." "Melaksanakan tugas-tugas berat bagiku adalah lebih baik daripada terkurung di sini menunggu ajal!" "Bagus aku gembira kau bicara demikian. Aku akan beritahu tugas-tugas itu lebih dahulu, baru cara bagaimana aku menolongmu lolos dari sini. Pertama, bila kau sudah berada di luar nanti maka pergilah ke barat, ke daerah kesultanan Banten, hambakan dirimu di sana karena aku mendapat firasat bahwa Banten kini tengah berada dalam kekalutan. Bila kekalutan itu berakhir sudah maka berarti selesainya tugasmu. Sanggup kau laksanakan tugas yang pertama ini?" "Dengan doa restumu, Karang Sewu." "Bagus. Sekarang tugas yang kedua atau yang terakhir. Pergilah ke Lembah Maut yang terletak di tanah utara di mana bersarang seorang gadis berhati jahat digelari si Dewi Maut. Dia telah membunuh dua orang anak laki-lakiku. Kuharapkan kepadamu agar kau bisa menuntut balas untukku. Sanggup?" "Sanggup Karang Sewu," kata Mahesa Kelud tanpa ragu-ragu. Meskipun dua tugas yang dipikulkan gurunya sendiri di pundaknya belum terlaksana dan kini mendapat dua tugas tambahan yang tak kalah beratnya namun bagi Mahesa itu adalah lebih baik daripada harus mengeram menunggu mati di dalam penjara Gua Iblis. "Nah, sekarang aku akan terangkan padamu cara bagaimana aku bisa menolongmu lolos dari sini," kata Karang Sewu. Mahesa Kelud merasakan dadanya berdebar. Kemudian didengarnya suara si orang sakti dari balik dinding. "Dengar baik-baik, Mahesa. Mulai saat ini aku akan ajarkan kepadamu aji kesaktian pukulan Karang Sewu. Dengan mempergunakan ilmu pukulan itu nanti kau akan sanggup menghancurkan dinding karang dan melarikan diri!" "Kalau begitu aku akan panggil kau guru, Karang Sewu!" seru Mahesa Kelud penuh gembira. "Ah, tak usah pakai peradatan segala Mahesa..." "Bila nanti kau sudah keluar, aku akan segera tolong kau menyelamatkan diri dari sini," berjanji pemuda itu. "Tentang diriku tak usah dipikirkan. Dalam keadaan tubuh yang cacat seperti ini hidup di dunia bebas tak ada artinya bagiku. Biar aku tetap mengeram di sini menunggu ajal, tak usah dipikirkan. Yang penting jalankan tugas yang aku pikulkan atasmu. Dengan demikian aku bisa menjadi puas." "Baiklah kalau itu maumu," ujar Mahesa Kelud namun dalam hatinya dia tetap berniat untuk bebaskan si orang tua. "Nah, Mahesa. Bersiap-siaplah untuk menerima pelajaran permulaan. "Baik guru..."
********************
Dua bulan berlalu seperti tak terasa... "Mahesa, syukur kau sudah mempunyai dasar ilmu dalam yang sangat tinggi sehingga kini kurasa kau sudah memiliki ilmu pukulan Karang Sewu, sama dengan yang kumiliki. Kau tinggal memilih waktu saja lagi kapan kau akan melarikan diri dari sini. Lebih cepat lebih baik." "Kalau aku memiliki ilmu pukulan yang ampuh, maka itu adalah berkat keikhlasanmu, Karang Sewu. Aku mengucapkan terima kasih dan tak akan lupakan budimu. Kalau kau tak keberatan aku akan pergi sekarang juga." "Ya, pergilah Mahesa. Hati-hati dan jangan lupa tugas yang kupikulkan padamu." "Menghindarlah ke sudut ruangan, Karang Sewu. Aku akan bobolkan dinding yang membatasi tempat kita agar kita berdua bisa keluar sama-sama." "Mahesa, kau tidak ingat kata-kataku tempo hari. Jangan pikirkan aku, tak usah tolong diriku. Kau pergilah sendirian. Aku..." Karang Sewu hentikan kalimatnya dengan serta merta ketika di luar sana mendadak terdenagar suara tertawa cekikikan. Mahesa sendiri juga terkejut. "Mahesa, larilah! Cepat sebelum si Nenek Iblis itu mengetahuinya!" kata Karang Sewu. "Hi... hi... hi! Tidak ada satu manusia pun yang bisa lari dari sini! Tidak satu manusia pun! Karang Sewu, rupanya kau sudah bosan hidup... sudah mau cepat-cepat pergi ke neraka. Aku dengar semua apa yang kau bicarakan dengan itu pemuda. Karenanya kau harus mampus saat ini juga." Dari tempat di mana dia berada Mahesa Kelud mendengar dinding karang digedor lalu suara benda berat bergeser yang disusul dengan suara tertawa cekikikan menegakkan bulu roma. Mahesa segera tahu bahwa si Nenek iblis tengah membuka pintu karang di tempat di mana Karang Sewu dipenjarakan. Tanpa menunggu lebih lama pemuda ini kerahkan aji kesaktian yang diterimanya dari si orang tua. Tangan kanannya terasa panas dan bergetar. Tangan kanan yang membentuk tinju itu kemudian dihantamkannya ke muka. "Braak!!!" Sungguh luar biasa! Dinding karang di hadapannya ambruk bobol. Karena pintu di kamar sebelah terbuka maka di antara sinar tipis yang masuk, samar-samar Mahesa Kelud dapat melihat si Nenek Iblis. Dia segera menerobos masuk ke kamar sebelah itu. Tapi Mahesa Kelud terlambat. Dengan satu gerakan cepat luar biasa si Nenek Iblis yang menggenggam pedang pada tangan kanannya melompat ke muka dan menghunjamkan senjata itu dalam-dalam ke dada Karang Sewu yang terbaring tanpa daya di lantai. Orang tua ini mengeluh tinggi. Nyawanya melayang seketika itu juga. "Perempuan laknat!" maki Mahesa Keludseraya mencabut pedangnya dari balik punggung. "Pemuda sedeng!" semprot si Nenek Iblis. "Berani memaki aku! Apa tidak tahu nyawamu hanya tinggal sekejapan mata saja?! Kau akan segera susul anjing tua itu!" Si Nenek Iblis cabut pedangnya dari dada Karang Sewu yang sudah menjadi mayat dan menangkis sambaran pedang Mahesa Kelud yang menderas ke arah kepalanya. Trang! Dua senjata beradu keras mengeluarkan suara nyaring. Bunga api memercik. Kedua musuh itu sama-sama mundur ke belakang. Mahesa merasakan tangannya bergetar, sebaliknya si Nenek Iblis merasa tangan kanannya panas dan pedas! Mau tak mau ini membuat dia terkejut. Tidak menunggu lebih lama dia segera putarkan pedangnya sampai mengeluarkan suara menderu. Namun Mahesa tidak kalah sigap. Gerakan pe-dangnya yang tidak terduga-duga memaksa si Nenek Iblis mengambil sikap bertahan. Demikianlah di dalam ruangan yang samar-samar itu kedua manusia tersebut bertempur dahsyat. Yang satu perempuan yang lain laki-laki. Yang satu sudah tua renta sedang yang lain masih muda belia! Mereka lebih banyak mempergunakan perasaan dari pada penglihatan. Si Nenek Iblis memaki dalam hatinya ketika dia kena didesak keluar kamar. Tanpa perdulikan tata cara persilatan tangan kirinya menyelinap cepat ke balik kain yang dipakainya. Ketika tangan itu keluar maka melayanglah tiga butir senjata rahasia ke jurusan Mahesa Kelud. "Licik!" teriak si pemuda seraya miringkan kepalanya dengan cepat. Dua buah senjata rahasia yang menyerang ke arah sepasang matanya lewat. Yang ketiga dibuat mental dengan lambaian tangan kiri! Si Nenek menggerakkan tangannya kembali tapi kali ini Mahesa Kelud tidak mau memberi kesempatan. Tubuhnya melesat ke muka. Pedang membabat bersiuran sedang kaki kanan menendang ke tangan kiri lawannya. Si Nenek miringkan tubuh. Tendangan kaki kanan Mahesa lewat. Serangan pedang ditangkis dengan pedang. Untuk kesekian kalinya sepasang senjata itu beradu lagi. Tapi kali ini si Nenek Iblis sudah kepayahan dan kehabisan tenaga. Pedangnya terlepas dan mental. "Celaka!" kata si Nenek Iblis dalam hati. Dia melompat mundur menjauh lalu putarkan tubuh hendak lari. "Perempuan iblis! Mau lari ke mana?!" teriak Mahesa seraya lari mengejar. Tapi si Nenek Iblis sudah lenyap di dalam salah satu lorong gua yang sangat gelap!
SEBELAS
MAHESA Kelud geram bukan main. Tapi apa mau dikata. Musuh besarnya itu sudah lenyap. Dia tidak mau mengejar karena dalam lorong gua yang gelap itu akan mudah bagi si Nenek Iblis untuk membokong mencelakainya. Pemuda itu putar tubuh dan masuk ke dalam ruangan batu karang di mana sebelumnya Karang Sewu dipenjarakan. Dia berlutut di hadapan mayat Karang Sewu. Hatinya terharu. Bukan saja terharu melihat tubuh cacat dari si orang tua tapi juga terharu karena Karang Sewu-lah yang menyelamatkan nyawanya keluar dari penjara maut itu dan kini manusia sakti yang telah menolongnya itu harus mati dalam keadaan seperti itu. "Karang Sewu," kata Mahesa Kelud. "Aku bersumpah dihadapan mayatmu untuk membunuh si Nenek Iblis!" Diangkatnya mayat si orang tua dan diletakkannya di bahu kirinya. Mahesa meninggalkan tempat itu, mencari jalan keluar. Setiap dia menemui dinding karang yang menghadang, dia pergunakan pukulan Karang Sewu-nya untuk membobolkan dinding tersebut. Akhirnya ketika dia membobolkan untuk kesekian kalinya dinding karang di hadapannya maka masuklah sinar terang yang menyilaukan mata. Ternyata sinar matahari. Mahesa menarik nafas lega. Kini dia sudah sampai di luar gua maut itu. Untung sekali saat itu hari siang sehingga tidak sukar bagi si pemuda untuk mencari tanah yang baik guna menguburkan mayat Karang Sewu. Mahesa Kelud kemudian teringat akanlima orang pendekar silat yang diceritakan oleh Karang Sewu tempo hari. Jika mereka benar-benar menjadi tawanan si Nenek Iblis... dan masih hidup saat itu... Mahesa bulatkan tekat bahwa dia harus menolong kelima pendekar yang malang itu. Dibuatnya sebuah obor. Lalu dia melangkah masuk ke dalam gua melalui bagian yang bobol dari mana dia keluar tadi. Tapi baru saja dia sampai di hadapan bagian gua yang bobol itu, mendadak sontak terdengar suara tertawa cekikikan di belakangnya. Pemuda ini terkejut dan cepat putar tubuhnya. Dihadapannya berdiri si Nenek Iblis. Di tangan kanannya tergenggam sebatang tombak aneh bermata tiga sedang pada tangan kirinya ada sebuah senjata lain dari yang lain yaitu sebuah kendi! Sekilas pandang kendi itu tak ubahnya seperti kendi-kendi lain yang terbuat dari tanah liat. Tapi Mahesa tahu bahwa kendi yang ada di tangan Nenek Iblis saat itu adalah terbuat dari besi dan merupakan senjata yang berbahaya! Namun dari semuanya itu, apa yang sangat mengejutkan Mahesa Kelud ialah bahwa si Nenek Iblis yang berdiri di hadapannya saat itu sama sekali tidak berpakaian alias telanjang bulat! "Perempuan edan!" maki Mahesa dalam hatinya. Diperhatikannya tubuh Nenek Iblis yang kurus tinggi, seluruh kulitnya hitam keriputan. Buah dadanya yang hampir sama rata dengan tubuhnya kelihatan bergoyak-goyak melepet karena tertawanya yang cekikikan. "Ha...! Ha...! Kau terkejut Mahesa Kelud?! Pandangi tubuhku yang bagus ini baik-baik! Kau tidak punya kesempatan lama untuk menikmatinya karena sebentar lagi nyawamu akan minggat ke neraka!" "Perempuan terkutuk!" maki Mahesa. Bersamaan dengan itu dilemparkannya obor yang di tangannya ke muka si nenek. Nenek Iblis menangkis obor itu dengan tombak di tangan kanannya. Lalu sambil mengeluarkan suara jeritan melengking mengerikan tubuhnya melesat ke hadapan Mahesa Kelud. Si pemuda tidak tunggu lebih lama. Dia segera cabut pedang milik Cakar Setan yang tersisip di punggungnya. Senjata ini diputarkannya sedemikian rupa untuk menangkis dan melindungi dirinya dari serangan ganas Nenek Iblis. Pedang dan tombak beradu. Suaranya berdencing dan meskipun hari siang tapi samar-samar masih kelihatan bunga api. Tubuh si Nenek Iblis sempoyongan sedang tubuh Mahesa Kelud tidak bergerak sedikit pun! Ini tak lain berkat keampuhan ilmu Karang Sewu yang dimilikinya. Meskipun tahu bahwa tenaga dalam lawannya lebih tinggi namun Nenek Iblis yang sudah seperti kalap terus saja mengirimkan serangan kedua. Dia tusukkan tombak bermata tiganya kearah dada Mahesa Kelud. Si pemuda menggeser tubuhnya ke samping tapi ujung tombak itu dengan cepat mengikuti arah elakannya. Mahesa pergunakan pedangnya untuk memapas tombak. Tapi tak terduga Nenek Iblis enjot tubuh dan mele-sat tinggi ke atas. Saat itu dengan berbarengan dia lancarkan dua serangan sekaligus! Yang pertama yaitu serangan tombak bermata tiga menusuk lurus dengan deras dari atas ke arah batok kepala Mahesa Kelud yang tertutup dengan sapu tangan putih. Sedang yang kedua adalah hantaman senjata berbentuk kendi mengarah lambung Si pemuda. Jika Mahesa membungkuk mengelakkan tusukan tombak maka senjata yang berbentuk kendi pasti akan menghantam dagunya. Sebaliknya jika dia melompat maka tusukan tombak niscaya menembus kepalanya! Dalam posisi yang menegangkan itu tiba-tiba Mahesa keluarkan suara membentak menggeledek! Lutut kiri dilipat, kepala dimiringkan. Dia enjot kaki kanannya dan sedetik kemudian tubuhnya rebah jungkir balik ke belakang! Serangan tombak dan kendi besi lewat sekaligus. Dengan gusar si nenek memburu ke muka untuk kirimkan serangan berantai. Tapi ketika jungkir balik ke belakang tadi Mahesa Kelud tidak bodoh. Dia babatkan pedang kuning di tangannya ke arah perut Nenek Iblis, membuat perempuan berhati setan ini terpaksa menarik pulang serangannya. Untuk menangkis senjata Mahesa dia tidak punya nyali karena dia maklum akan kalah tenaga dalam. Jurus selanjutnya Mahesa Kelud yang membuka serangan. Pedangnya berputar tak menentu, menyerang ke bagian-bagian mematikan dari tubuh si Nenek Iblis yang telanjang bulat. Perempuan itu tidak mau kalah. Tubuhnya berkelebat cepat seperti bayang-bayang. Ilmu mengentengi tubuhnya memang patut dikagumi. Tapi walau bagaimanapun pemuda yang menjadi tandingannya tetap berada di atas angin. Memasuki jurus ke sembilan, terlihatlah Mahesa mulai mendesak si Nenek Iblis kearah semak-semak. Dengan lebih mempercepat gerakannya si Nenek Iblis coba untuk bertahan bahkan sekali dua ganti melancarkan serangan. Tapi tidak ada guna. Mahesa tidak memberikan kesempatan padanya. Gulungan pedang kuning seakan-akan mengurung tubuh si Nenek Iblis dan dia terdesak hebat! "Keparat!" gertak Nenek Iblis penuh geram. Dia pasang kuda-kuda baru dan ketika dia lancarkan serangan maka gerakan ilmu silatnya berubah sama sekali. Sangat gesit dan serangan-serangan yang dilancarkannya tidak terduga. Mahesa dibikin sibuk kini! Tapi pemuda ini tetap tenang. Gerakannya diperhitungkannya benar-benar. "Nah... nah Jaliteng palsu! Nyawamu sudah tinggal sekejapan mata lagi! Sebutkan nama gurumu!" "Perempuan bejat pembunuh anak kandung sendiri!" balas memaki Mahesa Kelud. "Tak usah banyak bacot!" Pemuda ini kirimkan satu tusukan ke dada lawannya tapi dengan mudah dielakkan oleh si Nenek Iblis. Namun demikian perempuan ini salah duga, tak tahu kalau serangan empuk itu adalah tipuan belaka. Dengan kesusu dan sembrono begitu mengelak dia segera hantamkan kendi besinya ke arah sambungan siku lawan. Mahesa sengaja tidak menghindarkan tangannya cepat-cepat dan si Nenek sudah dapat membayangkan bagaimana sesaat lagi siku lawannya itu akan menjadi hancur luluh! Si Nenek Iblis menjadi terkejut ketika kendi besinya sudah sangat dekat dengan siku lawan tiba-tiba Mahesa Kelud melesat ke udara. Nenek Iblis hantamkan mata tombaknya ke perut pemuda itu. Tapi dia terlambat. Siku kanan Mahesa yang dahsyat lebih dahulu menghantam rahangnya. Si Nenek menjerit keras. Tubuhnya mental dan terguling beberapa tombak. Mahesa tetap berdiri di tempatnya dengan pedang di tangan, memperhatikan tak berkesiap. Perempuan bejat ini berdiri terhuyung-huyung. Mukanya mengelam sedang rahangnya kelihatan merah dan bengkak besar. Kepalanya yang berambut putih jarang itu miring. Mulutnya kini menjadi mencong! Kedua matanya memandang garang tak berkedip pada Mahesa Kelud. Dia maju selangkah demi selangkah mendekati si pemuda. "Setan alas! Mampuslah!" Bersamaan dengan makian itu Nenek Iblis menyerbu ke muka. Dia ayunkan kendi besinya ke pinggang Mahesa. Tombak di tangan kanan menusuk ke arah tenggorokan. Mahesa miringkan kepalanya. Ketika tombak lewat, dengan tangan kiri dia coba memukul pangkal ketiak si nenek. Tapi dengan gesit, meskipun sudah kena cedera perempuan tua itu masih sanggup mengelak sambil kirimkan tendangan kaki kanan sementara kendi besinya mencari sasaran di pinggang Mahesa.
DUA BELAS
MURID Embah Jagatnata babatkan pedangnya dari atas ke bawah. Maksudnya sekaligus hendak memapas dan memusnahkan tendangan serta serangan kendi besi lawan yang sangat berbahaya. Tapi dengan cerdik segera Nenek Iblis hunjamkan tombaknya ke bahu Mahesa membuat pemuda ini terpaksa pergunakan pedangnya untuk menangkis. Tombak si Nenek Iblis putus kena dibabat oleh pedang kuning. Bersamaan dengan itu Mahesa membuang diri ke samping. Meskipun dia bisa luput dari hantaman kendi besi tapi tak urung tendangan kaki Nenek Iblis bersarang juga di pinggulnya. Mahesa terhuyung-huyung beberapa langkah. Jangankan mengeluh sakit, mengerenyit pun pemuda ini tidak! Melihat tendangan dahsyatnya tidak berhasil merobohkan lawan. Nenek Iblis jadi beringas. Dilemparkannya patahan tombaknya ke arah Mahesa. Si pemuda menghantam patahan tombak tersebut dengan pedangnya sehingga terpotong dua lagi dan bermentalan. Dengan dua senjata ditangan Nenek Iblis belum tentu bisa melayani Mahesa apalagi kini cuma dengan kendi besi itu saja. Menyadari hal itu si Nenek Iblis segera gerakkan tangannya ke arah konde kecil di belakang kepala. Konde itu terlepas dan di tangan kirinya kini kelihatan satu tusuk konde berwarna hijau. Mahesa Kelud tidak mau meremehkan tusuk konde kecil itu. Dia tahu bahwa benda semacam itu besar juga bahayanya bila tidak waspada. Dan bukan mustahil kalau tusuk konde tersebut diberi racun berbisa! "Seranglah, anak muda!" kata si Nenek Iblis. Kedua tangannya dikembangkannya ke samping sehingga susunya yang sudah rata jadi tambah rata dan memuakkan untuk dipandang. "Seranglah!" teriaknya sekali lagi ketika Mahesa masih tetap berdiri di tempatnya. "Kalau kau tidak punya nyali, ini rasakan!" Si Nenek melompat ke muka. Gerakannya seperti seekor alap-alap hendak menyambar anak ayam. Setengah lompatan tiba-tiba kedua tangannya bergerak ke muka. Maksudnya hendak menggerus kepala Mahesa Kelud. Si pemuda mendongakkan kepalanya ke belakang seraya kirimkan tusukan pedang ke perut lawan yang telanjang. Menyadari bahwa ujung pedang yang lebih panjang akan mengenai tubuhnya lebih dahulu, Nenek iblis cepat ayunkan kendi besinya ke arah lengan Mahesa sambil miringkan tubuh. Mau tak mau Mahesa tarik pulang tangannya. Arah serangan pedangnya dirubah ke tangan kiri lawan yang memegang tusuk konde. Si Nenek pagi-pagi sudah merubah kedudukannya sehingga tusuk konde yang di tangan kirinya kalau tadi menyerang kepala kini menusuk ke arah leher. Mahesa Kelud terkejut ketika merasakan angin dingin menyambar keluar dari tusuk konde di tangan kiri Nenek Iblis. Pasti sudah bahwa senjata itu mengandung racun sangat berbisa dan jahat. Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya ke samping kanan. Si Nenek Iblis memburu. Tapi dia kena tertipu! Meskipun tubuh lawannya dilihatnya miring ke samping kanan namun dengan menggeserkan kedua kakinya cepat sekali maka Mahesa tahu-tahu sudah melesatkan diri ke samping kiri. Dengan sendirinya kedua senjata si Nenek Iblis lewat. Akibat menyerang sasaran kosong tubuh perempuan jahat itu menjadi terhuyung-huyung. Dalam keadaan itu dia tidak dapat lagi mengelakkan kaki kanan Mahesa yang menyerang ke arah perutnya yang telanjang! Untuk mengelak si Nenek Iblis sudah tidak punya kesempatan. Satu-satunya jalan menyelamatkan diri hanyalah dengan mempergunakan kendi besi di tangan kanannya untuk dipakai memukul kaki Mahesa Kelud. Si Nenek Iblis mengadu untung! Sedetik kemudian kaki kanan Mahesa Kelud saling beradu dengan kendi besi. Terdengar suara seperti letusan. Kendi besi Nenek Iblis mental ke belakang sedang Mahesa merasakan kaki kanannya kesemutan. Si Nenek Iblis mulai jeri. Mahesa maklum kalau lawannya mulai bimbang untuk menghadapinya terus. Tanpa menunggu lebih lama pemuda sakti ini segera menyerang. Pedang milik si Cakar Setan yang di tangan kanannya menderu bergulung-gulung. Dengan hanya mengandalkan tusuk konde dan kegesitannya si Nenek tak bisa mempertahankan diri. Dia terdesak hebat. Kedua matanya yang sipit berputar liar mencari kesempatan untuk larikan diri. "Mau coba lari perempuan terkutuk?!" tanya Mahesa Kelud mengejek yang siang-siang sudah tahu maksud lawannya itu. "Setan alas!" maki Nenek Iblis. "Aku bukan manusia pengecut!" Dia kirimkan pukulan tangan kiri yang dahsyat. Ketika Mahesa melompat untuk mengelak maka si Nenek segera putar tubuh dan merat! "Jangan lari manusia rendah!" teriak Mahesa Kelud. Pemuda ini menjejakkan kedua kakinya di tanah. Tubuhnya membungkuk dan seperti anak panah lepas dari busurnya Mahesa Kelud kemudian melesat cepat ke udara. Inilah ilmu warisan Embah Jagatnata yang bernama "gendewa emas melepas anak". Si Nenek Iblis yang lari cepat tidak tahu sama sekali kalau saat itu musuhnya seperti terbang sudah berada di atasnya! Dia baru menyadari dan terkejut setengah mati ketika satu tangan menjambak rambutnya yang putih jarang! "Anjing busuk! Mampuslah!" rutuk Nenek Iblis sambil menusukkan tusuk kondenya ke selangkangan Mahesa Kelud yang ada di atasnya. Serangannya ini meskipun mematikan namun tidak pakai perhitungan. Akibatnya dia harus tanggung sendiri. Tak ayal lagi Mahesa Kelud babatkan pedangnya! "Trass!" Suara tertebasnya lengan kiri Nenek iblis dibarengi dengan jeritan yang melolong tinggi. Darah menyembur dari urat nadinya, membasahi pakaian Mahesa. Si Nenek mengamuk seperti orang gila. Dia meronta-ronta. Rambutnya yang dijambak Mahesa bertanggalan. Tubuh telanjangnya bergelimang darah yang keluar dari tangan kirinya yang buntung. Dari mulutnya keluar jerit bercampur kutuk serapah. "Manusia iblis! Jangan terlalu banyak merutuk di tempat ini! Sisakan nanti di liang neraka!" teriak Mahesa Kelud. Lalu dia hantamkan kaki kirinya ke kepala perempuan tua itu. "Praaak!" Jerit dan kutuk serapah Nenek Iblis lenyap. Kaki kiri Mahesa Kelud yang mengandung aji Karang Sewu telah membuat kepala itu rengkah mengerikan! Mahesa Kelud pandangi tubuh telanjang tanpa nyawa itu. Beberapa kali dia meludah karena jijik. Selama puluhan tahun si Nenek iblis telah menjadi penghuni dan penguasa Gua Iblis yang menjadi tempat kematian bagi siapa saja yang berani datang. Delapan surat kematian telah disebarnya selama hidupnya. "Menurut Karang Sewu lima surat telah jatuh ke tangan lima tokoh silat. Lima tokoh silat itu kemudian diketahui lenyap secara aneh. Mungkinkah mereka sudah terkubur di dalam Gua iblis ini? Delapan surat kematian telah disebar oleh manusia celaka itu. Yang keenam jatuh ketangan Karang Sewu. Yang ketujuh sampai ditanganku. Berarti masih ada satu surat lagi. Aku harus menyelidik. Si nenek jelas punya dosa besar selangit tembus. Menjadi pembunuh para tokoh yang kena ditipunya. Tapi kalau dipikir lebih dalam manusia bernama Simo Gembong itu yang jadi biang racun pangkal bahala! Justru guru menugaskan diriku untuk mencari dan membunuhnya!" Mahesa Kelud ambil beberapa lembar daun pepohonan. Dengan daun itu dibersihkannya noda-noda darah yang melekat di tangan serta pakaiannya. "Aku harus menyelidik masuk ke dalam Gua Iblis itu..." membathin Mahesa. "Siapa tahu, bukan hanya lima orang yang dipendam si nenek di dalam sana. Siapa tahu pula masih ada yang hidup.... Di samping itu aku harus mengurus dan mengebumikan jenazah Karang Sewu. Orang tua sakti itu.... Kalau tak ada dia pasti aku akan terpendam sampai mati di gua celaka itu...!" |
Selanjutnya;
|